BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Konsep Dasar Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia,
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang bebeda-beda
(Notoadmodjo, 2010)
Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui
berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia dengan demikian pada
dasarnya pengetahuan akan terus bertambah bervariatif dengan asumsi senantiasa
manusia untuk mendapatkan proses pengalaman atau mengalami. Proses pengetahuan
tersebut menurut Brunner melibatkan tiga aspek, yaitu :
1.
Proses
mendapatkan informasi baru dimana seringkali informasi baru ini merupakan
pengganti pengetahuan yang telah diperoleh atau merupakan penyempurnaan
informasi sebelumnya
2.
|
3.
Proses
mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara yang dilakukan benar
(supiyati & ambarwati,
2012)
Pengetahuan (knowledge ) yaitu:
1.
Berhubungan
dengan kepercayaan : rehabilitas dan soliders dari dunia nyata (Eksternal
World) yang diketahui melalui inperception yang bertalian dengan ingatan
(memori) dan pengaruh objek-objek yang sama seperti yang pernah dilihat
sebelumnya (Roda Berputar Dunia Bergulir)
2.
Understanding
everything that is know , information
(Sujianti & Susanti, 2009)
2.1.2
Tingkat pengetahuan
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yaitu :
1.
Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall
(memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk
mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan
pertanyaan-pertanyaan.
2.
Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar
tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
3.
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang
telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.
Analisis (analisys)
Analisis adalah kemampuian seseorang
untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang tedapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah
apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan), terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5.
Sintetis (synthetis)
Sintetis menunjukan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan pada satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki.
Dengan kata lain, sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat (Notoadmodjo,
2010).
2.1.3
Penilaian pengetahuan
1. Pengetahuan
Baik
Bila prosentase hasil 76 – 100 %
2. Pengetahuan
Cukup
Bila prosentase hasil 56 – 75 %
3. Pengetahuan
Kurang
Bila prosentase hasil 40 – 55 %
Arikunto (2006).
2.2 Konsep Dasar Tali Pusat
2.2.1 Pengertian Tali Pusat
Tali pusat atau dalam istilah medis
dikenal dengan funiculus umbilikalis merupakan sebuah saluran kehidupan bagi
janin selama dalam kandungan. Tali pusat merentang dari umbilicus (pusar) janin
ke permukaan plasenta dan mempunyai panjang normal kurang lebih 50-55 cm, dengan
ketebalan sekitar 1-2 cm, tali pusat dianggap berukuran pendek, jika panjang
normal kurang dari 40 cm. Tali pusat merupakan jembatan penghubung antara
plasenta dan janin. Jadi tali pusat tidak hanya mencakup fungsi pernapasan
saja, tapi seluruh aktivitas yang ada di plasenta yakni menyalurkan zat-zat
yang dibutuhkan oleh janin, baik untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, serta berperan sebagai saluran untuk mengeluarkan bahan-bahan sisa
yang tidak dibutuhkan oleh janin seperti urea dan gas karbondioksida. Lalu,
akan dikembalikan ke peredaran darah ibu yang kemudian dieksresikan dari tubuh
ibu (Riksani, 2012).
Tali pusat adalah jaringan unik yang
terdiri dari dua arteri dan satu vena yang tertutup oleh jaringan pengikat
mukoid yang dikenal sebagai Wharton’s jelly, yang ditutup oleh satu lapisan
tipis membrane mukosa (kelanjutan dari amnion). Selama hamil, plasenta
menyediakan semua nutrient untuk pertumbuhan dan menghilangkan produk sisa
secara terus-menerus melalui tali pusat. Setelah lahir, tali pusat mengering
dengan cepat, mengeras dan berubah warnanya menjadi hitam (suatu proses yang
disebut gangren kering). Proses ini dibantu oleh paparan udara. Pembuluh
umbilical tetap berfungsi selama beberapa hari, setelah resiko infeksi masih
tetap tinggi sampai tali pusat terpisah (Trotter, 2010)
Tali pusat terdiri dari bagian maternal (desidua basalis) dan
bagian janin (vili korionik). Permukaan maternal lebih memerah
dan terbagi menjadi beberapa bagian (kotiledon). Permukaan
fetal ditutupi dengan membran amniotik dan merupakan membran yang halus serta
berwarna kelabu dengan tonjolan pembuluh darah sehingga tali pusat tidak hanya
sebagai penyalur sumber makanan dan sebagai penyaring bagi janin (Sarwono, 2010)
2.2.2 Pengertian Perawatan Tali Pusat
Perawatan
tali pusat merupakan tindakan untuk pengobatan dan peningkatan tali pusat yang
menyebabkan fisik ibu dengan bayi. Perawatan tali pusat yang baik dan benar
akan menimbulkan dampak positif yaitu : tali pusat akan
pupus pada hari ke-5 dan hari ke-6 tanpa ada komplikasi. Sedangkan dampak
negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah
bayi akan mengalami penyakit tetanus neonatorum dan dapat mengalami kematian (Boyycell,
2011).
Perawatan
tali pusat merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan merawat tali pusat
pada bayi baru lahir agar tetap kering dan mencegah terjadinya infeksi pada
tali pusat bayi, alat dan bahan yang digunakan hanya kassa steril, air dan
sabun. (Hidayat, 2009).
Perawatan tali pusat adalah upaya untuk
mencegah infeksi tali pusat dengan tindakan sederhana yakni tali pusat dan
daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, selalu mencuci tangan
dengan air bersih dan menggunakan sabun, dan tidak membubuhkan apapun pada
sekitar daerah tali pusat (Sodikin,2012)
2.2.3 Tujuan Perawatan Tali Pusat
Menurut Sodikin (2012), tujuan perawatan
tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi
diantaranya tetanus neonatorum dan omfalitis dengan tindakan sederhana.
Menurut Boycell (2011), tujuan perawatan tali pusat adalah
untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, penyakit ini
disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh bayi melalui tali
pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan
yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi.
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah infeksi dan
mempercepat pemisalahan tali pusat dari perut. Dalam upaya mencegah infeksi dan
mempercepat pemisahan, ada berbagai substansi dan ritual yang telah digunakan
untuk perawatan tali pusat, hanya beberapa diantaranya yang sudah diteliti.
Substansi seperti pewarna tripel, alkohol, dan larutan klorheksidin dahulu
dianggap dapat mencegah infeksi tetapi efektivitasnya belum terbukti. Tali
pusat puput sehari lebih cepat pada kelompok, dimana tali pusat dibiarkan
mengering secara alami (Kengkap, 2009)
2.2.4 Cara Perawatan
Tali Pusat
Penatalaksanaan
perawatan tali pusat (Panduan APN, 2010)
Peralatan Yang Dibutuhkan:
1.
2 Air DTT, hangat, (a) untuk membasahi dan menyabuni,
(b) untuk membilas
2.
Washlap kering dan basah
3.
Sabun bayi
4.
Kassa steril
5.
1 set pakaian bayi
Prosedur Perawatan Tali Pusat:
1.
Cuci tangan.
2.
Dekatkan alat.
3.
Siapkan 1 set baju bayi yang tersusun rapi, yaitu:
celana, baju, bedong yang sudah digelar.
4.
Buka bedong bayi.
5.
Lepas bungkus tali pusat.
6.
Bersihkan/ ceboki dengan washlap 2-3x dari bagian muka
sampai kaki/ atas ke bawah.
7.
Pindahkan bayi ke baju dan bedong yang bersih.
8.
Bersihkan tali pusat, dengan cara:
a. Pegang bagian ujung
b. Basahi dengan washlap dari ujung melingkar ke batang
c. Disabuni pada bagian batang dan pangkal
d. Bersihkan sampai sisa sabunnya hilang
e. Keringkan sisa air dengan kassa steril
f. Tali pusat tidak dibungkus.
9.
Pakaikan popok, ujung atas popok dibawah tali pusat,
dan talikan di pinggir. Keuntungan : Tali pusatnya tidak lembab, jika pipis
tidak langsung mengenai tali pusat, tetapi ke bagian popok dulu.
10.
Bereskan alat.
11.
Cuci tangan.
Menurut
Hidayat (2009), Prosedur dalam perawatan tali pusat yaitu :
1.
Cuci tangan
2.
Cuci tali pusat dengan air bersih dan sabun, bilas dan
keringkan dengan kasa steril
3.
Pertahankan tali pusat dalam keadaan terbuka agar
terkena udara dan tutupi dengan kain bersih secara longgar
4.
Lipat popok dibawah sisa tali pusat
5.
Jika tali pusat terkena kotoran feses, cuci dengan
sabun dan air bersih, kemudian keringkan
6.
Cuci tangan
Menurut Sodikin (2012), prinsip perawatan
tali pusat
1.
Jangan membungkus pusat atau mengolesi bahan atau
ramuan apapun ke punting tali pusat
2.
Mengusapkan alkohol ataupun iodinpovidin (Betadine)
masih diperkenankan sepanjang
tidak menyebabkan tali pusat basah atau lembab.
3.
Hal-hal berikut yang menjadi perhatian ibu dan keluarga
:
a.
Memperhatikan popok di area puntung tali pusat.
b.
Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati
dengan air matang dan sabun. Keringkan secara saksama dengan kain bersih.
c.
Jika pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau
darah harus segera bawa bayi tersebut ke fasilitas yang mampu memberikan
perawatan bayi secara lengkap.
Urutan Perawatan Tali Pusat
1.
Olesi pangkal umbilical dengan alkohol atau betadine dengan menggunakan lidi kapas.
2.
Ambil kasa
steril yang telah dibasahi alkohol atau betadine, kemudian usapkan ke tali
pusat hingga bersih.
3.
Ambil kasa steril kering, kemudian rekatkan pada
pangkal umbilical bayi dan ikatkan dengan simpul.
4.
Perhatikan keadaan tali pusat apakah ada tanda-tanda
infeksi.
Menurut Riksani (2012), ada beberapa tips
dalam merawat tali pusat :
1.
Cuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh tali
pusat.
2.
Saat memandikan bayi, usahakan agar anda tidak menarik
tali pusat.
3.
Bungkus longgar tali pusat menggunakan kassa steril atau
tali pusat dapat dibiarkan terbuka (tanpa dibungkus kassa) dan tanpa dibubuhi
apa pun (obat antiseptik atau alkohol), serta bahan-bahan lain di atas tali
pusat.
4.
Tali pusat sebaiknya tidak tertutup dengan rapat karena
akan membuatnya menjadi lembab yang bias meningkatkan resiko tumbuhnya bakteri.
5.
Tali pusat akan lepas sendirinya, sehingga sangat tidak
dianjurkan untuk mermegang atau menarik-narik tali pusat.
Menurut rekomendasi WHO, untuk perawatan
sehari-hari tali pusat cukup dengan membersihkan tali pusat dengan air dan
sabun. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Dore membuktikan adanya perbedaan
perawatan antara perawatan tali pusat yang menggunakan alkohol pembesih dan dibalut kain steril. Ia
menyimpulkan bahwa tali pusat yang dirawat dengan cara alami lebih cepat dalam
waktu pengeringan dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan alkohol.
Penelitian lainnya yang dilakukan Kurniawati menyimpulkan bahwa perawatan tali
pusat dengan menggunakan prinsip udara terbuka (tidak menutup tali pusat
menggunakan kassa/pembalut), waktu yang dibutuhkan untuk mengering lebih cepat
dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan Air Susu Ibu (ASI). Menurut
Surat edaran tentang panduan ini, pertama kali dipublikasikan pada tahun 2004
dan sesuai dengan nasihat terbaru berdasarkan bukti yang ada (Trotter,2008b)
memberitahukan perawatan tali pusat dengan menjagalah area sekitar tali pusat
agar tetap bersih dan kering. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan membiarkan daerah ini dan tidak
memberikan apapun setelah mandi pertama kali dalam air bersih biasa,
tepuk-tepuk agar kering dengan handuk bersih. Lipat kembali popok, pada setiap
kali ganti, sampai tali pusat lepas (Trotter, 2010).
Menurut saya, perawatan tali pusat yang baik yaitu tali pusat harus tetap bersih dan kering ditutup dengan kasa steril tanpa
dibubuhi apapun, dan juga perlu
diperhatikan adanya tanda-tanda infeksi seperti kemerahan tali pusat, berbau
dan bernanah, serta suhu tubuh bayi meningkat.
2.2.5 Tanda dan Gejala Infeksi Tali Pusat
Menurut
Sodikin (2012), Perawatan tali pusat tidak steril akan mengakibatkan
beberapa gangguan kesehatan pada bayi, diantaranya tetanus neonatorum dan
omfalitis. Untuk mencegah hal tersebut ibu di tekankan untuk mengetahui tanda
dan gejala adanya infeksi tali pusat bayi mereka yang dapat disebabkan karena
spora Clostridium tetani dan bakteri stapilokokus,
streptokokus, atau bakteri gram negatife. tanda dan
gejala infeksi tali pusat pada bayi yaitu bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
menetek atau tidak dapat menyusu karena trismus (sebelumnya bayi menyusu
seperti biasa), adanya mulut yang mencucu seperti mulut ikan (karpermond),
mudah dan sering kejang disertai sianosis, suhu meningkat, kuduk kaku, sampai
opistotonus.
Menurut Riksani (2012), tanda dan gejala
terjadinya infeksi pada tali pusat yaitu sebagai berikut :
1.
Bayi terlihat gelisah dan rewel. Hal ini sesudah anda
memastikan bahwa kegelisahan bayi tidak disebabkan oleh hal lain misalnya
karena pipis, pup, lapar, kepanasan atau penyebab lainnya.
2.
Terlihat adanya tanda kemerahan di sekitar pangkal tali
pusat dan perut bayi.
3.
Daerah sekitar tali pusat tercium aroma bau dan
mengeluarkan nanah (nanah merupakan salah satu indikasi terjadinya infeksi).
4.
Suhu tubuh bayi meningkat, tubuh terasa hangat atau panas.
Untuk lebih akurat, anda bisa
menggunakan thermometer untuk mengukur suhu tubuh bayi. Jika suhu tubuh
melebihi 380 C maka bayi sudah terkena demam.
5.
Bisa
membubuhkan obat antiseptik di area tali pusat, cukup dibubuhkan sedikit dengan
menggunakan kapas.
6.
Jika tidak teratasi dengan baik, sebaiknya segera bawa
bayi ke tenaga kesehatan terdekat.
Tanda dan
gejala infeksi tali pusat antara lain :
1.
Bila bau tak sedap
muncul pada tali pusat, bisa dipastikan tali pusat terinfeksi.
2.
Selain muncul bau tak
sedap, ditandai pula dengan tali pusat yang basah.
3.
Timbul ruam merah atau
bengkak di sekitar pangkal tali pusat, dan kadang disertai demam.
(Tabloid Nakita. 2012).
Gejala
klinis yang sering dijumpai pada infeksi tali pusat seperti :
1.
Susah membuka mulut
(trimus), terjadi karena adanya kekuatan pada otot mengunyah (masseter).
2.
Wajah tampak meringis
atau mengkerut (risus sardonikus), terjadi karena adanya kekakuan pada otot mimic muka, dimana dahi bayi kelihatan mengkerut, mata bayi
agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
3.
Kekakuan pada otot yang
menunjang tubuh (opisthotonus) seperti otot punggung, otot bahu, dan otot
leher.
4.
Otot dinding perut kaku,
sehingga dinding perut seperti papan.
5.
Pada tetanus yang berat
akan terjadi ganguan pernafasan akibat kekakuan yang terus menerus dari otot
laring yang bias menimbulkan sesak nafas.
6.
Bila kekakuan otot
semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita
menerima rangsangan seperti dicubit, digerakan secara kasar, terpapar sinar
yang kuat dan sebagainya.
(Linda.
2011).
2.3 Penelitian Terkait
Hasil
penelitian Yuni Suprapti tahun 2009 di RB Kariyem Desa Pancawarga Kecamatan Labuhan
Ratu Kabupaten Lampung Timur tentang gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
perawatan tali pusat (Suprapti, 2009).
2.4 Kerangka
Teori
Dalam
penelitian ini yang dijadikan kerangka teori adalah teori perilaku kesehatan
menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003), selanjutnya perilaku kesehatan
ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana
kesehatan. Faktor-faktor pendorong (re-enforcing
factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan. Adapun
kerangka teori dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
2.5
Kerangka Konsep
Kerangka konsep
penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan
variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep adalah suatu
abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab
itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung, tetapi konsep harus
dijabarkan ke dalam variabel-variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang
yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2012).
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggal Komentar yah sobat di blog sederhana ku ini :)